Ketika Cinta tak Memandang Status, Segalanya Menjadi Terlarang bagi cinta. Ketika Status Menjadi Masalah, Apakah Cinta Masih sanggup Bertahan ?
Aku Tahu perasaan cinta Yang Aku Miliki salah, Aku tidak memungkiri Hal itu. Tapi Aku Juga Tidak dapat Memungkiri Bahwa Aku Mencintainya Lebih dari Yang Seharusnya..............
~~
Itulah Selama Ini Yang Dirasakan Oleh Adrian Ramadhan terhadap adik Perempuannya Yang Bernama Melody Nurramdhani. Pemuda Itu Mencintai Adik Perempuannya Lebih dari Yang Seharusnya.
Semua Rasa Adrian yang Miliki Saat Ini Jauh berkembang Dari Ketika Terakhir Kali Dia melihatnya, Kini Adik Kecilnya itu berubah menjadi Gadis Remaja Yang Menawan. Wajahnya Yang Semakin Cantik dan Postur Tubuhnya yang Lebih Berisi, Membuatnya Menjadi perempuan Dewasa Di Mata Adrian, Bahkan Bukan Hanya Di Mata Adrian Tapi di mata Semua orang, Gadis Itu Benar Benar Cantik.
Adrian Tahu Semua Ini Pasti Akan Terjadi Suatu saat Nanti, di Mana perasaannya ini tak dapat Dibendungnya Lagi. Perasaan Seorang Pria Yang Menginginkan Sang Pujaan hati Menjadi Miliknya.
***
Akhirnya Setelah Menempuh Perjalanan Dari Cambridge Selama 21 Jam, Adrian Sampai Juga Dikota ini. Kota Dimana Ia dibesarkan Bersama Adik Perempuannya itu, Kota Di Mana Ia Menyimpan Sejuta Kenangan Tentang Adik Perempuannya Yang Selalu Datang menghampiri Lamunannya di kala ia berada jauh dari Kota Ini. Kota Yang Selalu mengingatkan akan Seorang gadis Cantik Yang Saat ini tengah berlari Menghampiri dan Seraya memanggil Manggil Namanya.
Aku Tahu perasaan cinta Yang Aku Miliki salah, Aku tidak memungkiri Hal itu. Tapi Aku Juga Tidak dapat Memungkiri Bahwa Aku Mencintainya Lebih dari Yang Seharusnya..............
~~
Itulah Selama Ini Yang Dirasakan Oleh Adrian Ramadhan terhadap adik Perempuannya Yang Bernama Melody Nurramdhani. Pemuda Itu Mencintai Adik Perempuannya Lebih dari Yang Seharusnya.
Semua Rasa Adrian yang Miliki Saat Ini Jauh berkembang Dari Ketika Terakhir Kali Dia melihatnya, Kini Adik Kecilnya itu berubah menjadi Gadis Remaja Yang Menawan. Wajahnya Yang Semakin Cantik dan Postur Tubuhnya yang Lebih Berisi, Membuatnya Menjadi perempuan Dewasa Di Mata Adrian, Bahkan Bukan Hanya Di Mata Adrian Tapi di mata Semua orang, Gadis Itu Benar Benar Cantik.
Adrian Tahu Semua Ini Pasti Akan Terjadi Suatu saat Nanti, di Mana perasaannya ini tak dapat Dibendungnya Lagi. Perasaan Seorang Pria Yang Menginginkan Sang Pujaan hati Menjadi Miliknya.
***
Akhirnya Setelah Menempuh Perjalanan Dari Cambridge Selama 21 Jam, Adrian Sampai Juga Dikota ini. Kota Dimana Ia dibesarkan Bersama Adik Perempuannya itu, Kota Di Mana Ia Menyimpan Sejuta Kenangan Tentang Adik Perempuannya Yang Selalu Datang menghampiri Lamunannya di kala ia berada jauh dari Kota Ini. Kota Yang Selalu mengingatkan akan Seorang gadis Cantik Yang Saat ini tengah berlari Menghampiri dan Seraya memanggil Manggil Namanya.
"Kak adrian! Kakak," panggil gadis itu saat mendapati sosok adrian dari kejauhan. "Kangen," ucap gadis cantik itu di saat dia berhasil memeluk tubuh adrian.
Ya Tuhan ... gadis ini telah tumbuh menjadi gadis remaja yang sangat cantik dan menawan. Adrian merasakan tubuhnya yang seketika itu menegang karena pelukan adiknya itu.
Apakah perasaanku ini masih belum hilang ataukah malah semakin bertambah? Apakah pelarianku selama ini tidak berpengaruh sedikitpun terhadap rasa yang aku punya untuknya? Mengapa rasanya perasaanku ini seperti bangkit kembali bahkan bertumbuh lebih cepat di saat aku menatap sosoknya yang kini berada tepat di hadapanku. Tuhan... tolong jangan buat benteng pertahanan yang sudah kubangun selama ini runtuh begitu saja, batin adrian berkecamuk dengan akal sehatnya.
Ya Tuhan ... gadis ini telah tumbuh menjadi gadis remaja yang sangat cantik dan menawan. Adrian merasakan tubuhnya yang seketika itu menegang karena pelukan adiknya itu.
Apakah perasaanku ini masih belum hilang ataukah malah semakin bertambah? Apakah pelarianku selama ini tidak berpengaruh sedikitpun terhadap rasa yang aku punya untuknya? Mengapa rasanya perasaanku ini seperti bangkit kembali bahkan bertumbuh lebih cepat di saat aku menatap sosoknya yang kini berada tepat di hadapanku. Tuhan... tolong jangan buat benteng pertahanan yang sudah kubangun selama ini runtuh begitu saja, batin adrian berkecamuk dengan akal sehatnya.
"Kakak! Kok Kakak Melamun? Ayo, Kakak ngelamunin siapa?" pertanyaan Godaan melody itu Sukses Membangunkan Lamunan Adrian Akan gadisnya itu.
Eh, nggak kok, nggak ngelamunin siapa-siapa," jawab adrian. Ya ngelamunin kamu lah, batin adrian meneruskan sambil tersenyum manis kepada gadis itu.
"Kamu udah gede ya, mell ...," ucap adrian sambil sedikit mengacak-acakponi melody, yang dibalas dengan muka cemberut lucunya.
"Ah, mulai deh jahilnya! Berantakan tau poni melody!" racau gadis itu sambil menyisiri helai demi helai poninya yang berantakan itu dengan jemari lentiknya.
"Lho, kamu gak sekolah, hah?" tanya adrian heran karena hari ini bukanlah hari libur sekolah.
"Bolos . . . lagian melody bolos juga spesial buat jemput, Kakak. Jadi kakakku yang ganteng ini jangan marah, ya," akuinya polos tanpa dosa sambil tersenyum tiga jari dan mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf V.
"Ck! Adikku yang manis ini sudah pintar sekali bolos sekolah, ya. Siapa yang ngajarin kamu, huh!" ucap adrian sambil menjawil pucuk hidung melody.
"Kamu sama siapa ke sini?" tanya adrian.
"Sama Mamang. Tuh, orangnya," jawab melody sambil mengedikkan bahunya ke arah supir yang ditugaskan untuk menjemput adrian di bandara hari ini.
"Mari, Den. Saya bawakan tasnya," pinta Mang asep, supir pribadi keluarga adrian.
"Aahh . . . Aden pake makasih sagala, ini kan udah tugas mamang atuh, Den," ujar Mang Asep dengan logat Sundanya, membuat adrian benar- benar rindu akan tanah kelahirannya.
Ya, inilah kali pertama adrian kembali menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Sudah hampir 6 tahun ini dia harus jauh dari keluarga danorang-orang yang sangat disayanginya, karena dia harus melanjutkan studi kedokterannya di Universitas Harvard Cambridge - Amerika Serikat. Dan sekarang adrian telah pulang dengan membawa ijazah sarjana ilmu Kedokteran dan mendapat predikat gelar dokter di usianya yang baru menginjak 24 tahun.
"Cchhiiieee ..., yang udah jadi pak Dokter," goda Cinta.
"Iya dong siapa dulu, adrian," ucap adrian membanggakan dirinya. "Ck! Mulai deh gede kepalanya," cibir melody sambil mengerucutkan bibir
mungilnya.
"Emm . . . perasaan sepertinya melody terlihat semakin pendek aja, ya," goda adrian pada adik kecilnya itu yang sukses membuat wajah sang gadis merengut kesal.
"Ihh, Kakak! Melody ga pendek, tau! Tapi kak adrian aja tuh yang tambah tinggi. Orang melody tingginya nambah, kok," rajuknya sambil bersedekap dada.
"Hehe iya-iya. Udah jangan ngambek lagi, ayo pulang. Kakak udah capek, nih," ucap adrian sambil pergi seraya merangkul bahu adiknya itu.
"Nanti pijitin kakak, ya."
"Males," ucap melody masih dengan nada ketusnya.
"Ya udah, nanti oleh-olehnya kakak kasih ke Mang Asep aja," goda adrian lagi.
"Ahh, kakak jangan dong! Masa ga kasian sama adikmu yang cantik ini? Udah bela-belain jemput sampai bolos sekolah tapi ga dikasih apa-apa,"rajuk melody lagi.
"Haha . . . siapa juga yang suruh kamu bolos," tawa adrian puas karena sukses membuat adik tercintanya itu merengut kesal.
"Menyebalkan!!!"
"Kamu udah gede ya, mell ...," ucap adrian sambil sedikit mengacak-acakponi melody, yang dibalas dengan muka cemberut lucunya.
"Ah, mulai deh jahilnya! Berantakan tau poni melody!" racau gadis itu sambil menyisiri helai demi helai poninya yang berantakan itu dengan jemari lentiknya.
"Lho, kamu gak sekolah, hah?" tanya adrian heran karena hari ini bukanlah hari libur sekolah.
"Bolos . . . lagian melody bolos juga spesial buat jemput, Kakak. Jadi kakakku yang ganteng ini jangan marah, ya," akuinya polos tanpa dosa sambil tersenyum tiga jari dan mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf V.
"Ck! Adikku yang manis ini sudah pintar sekali bolos sekolah, ya. Siapa yang ngajarin kamu, huh!" ucap adrian sambil menjawil pucuk hidung melody.
"Kamu sama siapa ke sini?" tanya adrian.
"Sama Mamang. Tuh, orangnya," jawab melody sambil mengedikkan bahunya ke arah supir yang ditugaskan untuk menjemput adrian di bandara hari ini.
"Mari, Den. Saya bawakan tasnya," pinta Mang asep, supir pribadi keluarga adrian.
"Aahh . . . Aden pake makasih sagala, ini kan udah tugas mamang atuh, Den," ujar Mang Asep dengan logat Sundanya, membuat adrian benar- benar rindu akan tanah kelahirannya.
Ya, inilah kali pertama adrian kembali menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Sudah hampir 6 tahun ini dia harus jauh dari keluarga danorang-orang yang sangat disayanginya, karena dia harus melanjutkan studi kedokterannya di Universitas Harvard Cambridge - Amerika Serikat. Dan sekarang adrian telah pulang dengan membawa ijazah sarjana ilmu Kedokteran dan mendapat predikat gelar dokter di usianya yang baru menginjak 24 tahun.
"Cchhiiieee ..., yang udah jadi pak Dokter," goda Cinta.
"Iya dong siapa dulu, adrian," ucap adrian membanggakan dirinya. "Ck! Mulai deh gede kepalanya," cibir melody sambil mengerucutkan bibir
mungilnya.
"Emm . . . perasaan sepertinya melody terlihat semakin pendek aja, ya," goda adrian pada adik kecilnya itu yang sukses membuat wajah sang gadis merengut kesal.
"Ihh, Kakak! Melody ga pendek, tau! Tapi kak adrian aja tuh yang tambah tinggi. Orang melody tingginya nambah, kok," rajuknya sambil bersedekap dada.
"Hehe iya-iya. Udah jangan ngambek lagi, ayo pulang. Kakak udah capek, nih," ucap adrian sambil pergi seraya merangkul bahu adiknya itu.
"Nanti pijitin kakak, ya."
"Males," ucap melody masih dengan nada ketusnya.
"Ya udah, nanti oleh-olehnya kakak kasih ke Mang Asep aja," goda adrian lagi.
"Ahh, kakak jangan dong! Masa ga kasian sama adikmu yang cantik ini? Udah bela-belain jemput sampai bolos sekolah tapi ga dikasih apa-apa,"rajuk melody lagi.
"Haha . . . siapa juga yang suruh kamu bolos," tawa adrian puas karena sukses membuat adik tercintanya itu merengut kesal.
"Menyebalkan!!!"
Sekuat apapun kau membangun pertahanan hatimu, sejauh apapun kau menghindarinya. Semua itu pasti akan sia-sia karena kau hanya membentengi hatimu, bukan menghancurkannya ....
Tokk ... tokk ...
Klikk ...
"Kakak," sapa adrian polos sambil mendongakkan kepalanya di balik
pintu kamar adrian yang tadi diketuknya.
"Tumben ngetuk pintu dulu, biasanya langsung nyelonong aja," ucap adrian.
"Ihh, Kakak! Aku kan masih punya sopan santun. Lagian takut aja, nanti pas aku masuk, kakak lagi eum... lagi ganti baju, gimana?" ujar gadis itu sambil melangkahkan kakinya masuk ke kamar kakaknya.
"Bilang aja kamu takut lihat kakak telanjang kan?" tanya adrian yang langsung membuat kedua pipi adiknya itu merona merah. Dan hal itu terlihat cantik bagi adrian.
"Ya, itu kan bahasa halusnya, Kak," elak melody. "Ada apa?" tanya adrian to the point.
"Ehh . . . oh itu, kakak ditunggu ayah sama bunda di bawah. Bunda udah nyiapin makanan kesukaan kakak, tuh," jawab melody.
"Okay, nanti kakak turun. Mau mandi dulu. Keringetan, nih." "Sip, kalau gitu aku turun duluan, ya."
Sebelum melody sempat meninggalkan kamar itu, adrian lebih dulu mencekal pergelangan tangannya untuk bisa menghentikan langkah adiknya yang ingin keluar. "Ada apa?" tanya melody sambil mengerutkan sebelah alisnya menatap adrian.
Ya Tuhan, gadis ini benar-benar membuat benteng pertahananku mulai runtuh. Bagaimana bisa hanya dengan tatapannya saja, dia sudah bisa membuat jantungku hampir melompat dari tempatnya?
Mengapa Kau ciptakan mahluk secantik dia di hidupku ini Tuhan, jika aku tak akan pernah bisa untuk memilikinya, gumam batin adrian menjerit akan kebenaran yang terpampang jelas di hadapannya jika gadis cantik ini adalah adik perempuannya.
"Duduk dulu," pinta adrian menuntunnya untuk duduk di tepi ranjang. Adrian melangkahkan kakinya ke arah koper dan ransel yang masih belum sempat dibongkarnya sedari tadi pagi, waktu dia datang dari bandara.
Adrian membuka ranselnya dan mencari-cari benda kecil itu, benda kotak berlapis beludru biru yang dibawanya dari Cambridge sebagai cinderamata untuk dihadiahkan pada adiknya itu.
"Ini," adrian mengulurkan tangannya yang memegang kotak kecil itu kepada melody.
"Ini apa?" tanya melody sambil menerima kotak itu. "Buka saja," jelas adrian.
"Kalung. Ini buat melody?"
"Bukan! Itu buat Mang Asep. Ya buat kamu lah," ucapan adrian itu membuat melody mencebikkan bibirnya lucu.
"Kalungnya sih tidak seberapa spesial. Justru liontinnya yang spesial," terang adrian. Dan seketika raut wajah cemberut melody tergantikan dengan raut wajah penasarannya.
"Maksud, Kakak?"
"Sini kakak pakaikan. Kamu lihat bentuk liontin ini? Bentuknya seperti uang koin kan?" Melody mengangguk sambil menatap liontin itu.
"Waktu kakak jalan-jalan ke pasar barang antik di Cambridge, kakak lihat koin itu. Koin dengan warna perunggu memiliki grafiran yang unik dan cantik. Di koin itu juga tertera tulisan Latin, AMOR INVENIET, yang artinya Cinta akan Menemukan Jalan." adrian sempat menatap wajah melody setelah dia menjelaskan arti dari tulisan itu. Dan entah mengapa adrian seperti melihat ada sesuatu yang tersirat di setiap gurat wajah gadis itu, seperti ada kesedihan di wajah adiknya tapi adrian tidak tahu kesedihan macam apa itu. Adrian hanya melihat kesedihan di sana namun guratan itu seketika lenyap tergantikan oleh senyum manisnya.
"Kamu tahu? Kata penjualnya koin ini ada historinya. Dulu koin ini pernah dimiliki oleh dua saudara kembar laki-laki dan perempuan, mereka terpisah sejak dilahirkan karena kedua orang tua mereka meninggal akibat perang dunia ke-2. Tapi sebelum meninggal, orang tua mereka sempat memakaikan kedua liontin koin ini pada mereka. Karena terpisah satu sama lain, maka mereka menjalani hidupnya masing-masing tanpa pernah saling mengenal. Hingga pada saatnya waktu yang mempertemukan mereka kembali dengan cara dan takdir yang indah karena liontin ini. Begitu sih kata penjualnya," terang adrian.
"Oh . . . tunggu dulu deh, Kak. Kata kakak ada dua buah kalung kan? Lalu yang satu lagi mana?" tanya melody.
Adrian tersenyum atas pertanyaan melody. Lalu ia mulai membuka beberapa kancing atas kemejanya dan di saat itu terlihatlah rantai yang melingkari lehernya, ada sebuah liontin di sana yang bergelayut pada rantai itu.
"Ini, yang satunya ada di sini," ujar adrian yang sukses membuat mata adiknya itu sedikit terkesiap karena melihat kalung yang sama juga tengah melingkari lehernya.
Melody menyentuh mata liontin yang tergantung di leher adrian itu dengan jari jemari lentiknya. Saat jemari melody menyentuh kulit dada adrian, ia merasa ada sebuah rasa yang berdesir di seluruh tubuhnya yang membuatnya tiba-tiba menjadi sedikit tegang.
"Amor Inveniet. . .." Melody mengulang kata-kata adrian tadi saat dia melihat dan menyentuh koin yang menggantung di dada kakaknya itu. Entah apa yang ada di pikiran mereka berdua saat itu hingga mereka terdiam cukup lama di posisi masing-masing.
Ya Tuhan, apa benteng itu mulai runtuh?
Tokk ... tokk ...
Klikk ...
"Kakak," sapa adrian polos sambil mendongakkan kepalanya di balik
pintu kamar adrian yang tadi diketuknya.
"Tumben ngetuk pintu dulu, biasanya langsung nyelonong aja," ucap adrian.
"Ihh, Kakak! Aku kan masih punya sopan santun. Lagian takut aja, nanti pas aku masuk, kakak lagi eum... lagi ganti baju, gimana?" ujar gadis itu sambil melangkahkan kakinya masuk ke kamar kakaknya.
"Bilang aja kamu takut lihat kakak telanjang kan?" tanya adrian yang langsung membuat kedua pipi adiknya itu merona merah. Dan hal itu terlihat cantik bagi adrian.
"Ya, itu kan bahasa halusnya, Kak," elak melody. "Ada apa?" tanya adrian to the point.
"Ehh . . . oh itu, kakak ditunggu ayah sama bunda di bawah. Bunda udah nyiapin makanan kesukaan kakak, tuh," jawab melody.
"Okay, nanti kakak turun. Mau mandi dulu. Keringetan, nih." "Sip, kalau gitu aku turun duluan, ya."
Sebelum melody sempat meninggalkan kamar itu, adrian lebih dulu mencekal pergelangan tangannya untuk bisa menghentikan langkah adiknya yang ingin keluar. "Ada apa?" tanya melody sambil mengerutkan sebelah alisnya menatap adrian.
Ya Tuhan, gadis ini benar-benar membuat benteng pertahananku mulai runtuh. Bagaimana bisa hanya dengan tatapannya saja, dia sudah bisa membuat jantungku hampir melompat dari tempatnya?
Mengapa Kau ciptakan mahluk secantik dia di hidupku ini Tuhan, jika aku tak akan pernah bisa untuk memilikinya, gumam batin adrian menjerit akan kebenaran yang terpampang jelas di hadapannya jika gadis cantik ini adalah adik perempuannya.
"Duduk dulu," pinta adrian menuntunnya untuk duduk di tepi ranjang. Adrian melangkahkan kakinya ke arah koper dan ransel yang masih belum sempat dibongkarnya sedari tadi pagi, waktu dia datang dari bandara.
Adrian membuka ranselnya dan mencari-cari benda kecil itu, benda kotak berlapis beludru biru yang dibawanya dari Cambridge sebagai cinderamata untuk dihadiahkan pada adiknya itu.
"Ini," adrian mengulurkan tangannya yang memegang kotak kecil itu kepada melody.
"Ini apa?" tanya melody sambil menerima kotak itu. "Buka saja," jelas adrian.
"Kalung. Ini buat melody?"
"Bukan! Itu buat Mang Asep. Ya buat kamu lah," ucapan adrian itu membuat melody mencebikkan bibirnya lucu.
"Kalungnya sih tidak seberapa spesial. Justru liontinnya yang spesial," terang adrian. Dan seketika raut wajah cemberut melody tergantikan dengan raut wajah penasarannya.
"Maksud, Kakak?"
"Sini kakak pakaikan. Kamu lihat bentuk liontin ini? Bentuknya seperti uang koin kan?" Melody mengangguk sambil menatap liontin itu.
"Waktu kakak jalan-jalan ke pasar barang antik di Cambridge, kakak lihat koin itu. Koin dengan warna perunggu memiliki grafiran yang unik dan cantik. Di koin itu juga tertera tulisan Latin, AMOR INVENIET, yang artinya Cinta akan Menemukan Jalan." adrian sempat menatap wajah melody setelah dia menjelaskan arti dari tulisan itu. Dan entah mengapa adrian seperti melihat ada sesuatu yang tersirat di setiap gurat wajah gadis itu, seperti ada kesedihan di wajah adiknya tapi adrian tidak tahu kesedihan macam apa itu. Adrian hanya melihat kesedihan di sana namun guratan itu seketika lenyap tergantikan oleh senyum manisnya.
"Kamu tahu? Kata penjualnya koin ini ada historinya. Dulu koin ini pernah dimiliki oleh dua saudara kembar laki-laki dan perempuan, mereka terpisah sejak dilahirkan karena kedua orang tua mereka meninggal akibat perang dunia ke-2. Tapi sebelum meninggal, orang tua mereka sempat memakaikan kedua liontin koin ini pada mereka. Karena terpisah satu sama lain, maka mereka menjalani hidupnya masing-masing tanpa pernah saling mengenal. Hingga pada saatnya waktu yang mempertemukan mereka kembali dengan cara dan takdir yang indah karena liontin ini. Begitu sih kata penjualnya," terang adrian.
"Oh . . . tunggu dulu deh, Kak. Kata kakak ada dua buah kalung kan? Lalu yang satu lagi mana?" tanya melody.
Adrian tersenyum atas pertanyaan melody. Lalu ia mulai membuka beberapa kancing atas kemejanya dan di saat itu terlihatlah rantai yang melingkari lehernya, ada sebuah liontin di sana yang bergelayut pada rantai itu.
"Ini, yang satunya ada di sini," ujar adrian yang sukses membuat mata adiknya itu sedikit terkesiap karena melihat kalung yang sama juga tengah melingkari lehernya.
Melody menyentuh mata liontin yang tergantung di leher adrian itu dengan jari jemari lentiknya. Saat jemari melody menyentuh kulit dada adrian, ia merasa ada sebuah rasa yang berdesir di seluruh tubuhnya yang membuatnya tiba-tiba menjadi sedikit tegang.
"Amor Inveniet. . .." Melody mengulang kata-kata adrian tadi saat dia melihat dan menyentuh koin yang menggantung di dada kakaknya itu. Entah apa yang ada di pikiran mereka berdua saat itu hingga mereka terdiam cukup lama di posisi masing-masing.
Ya Tuhan, apa benteng itu mulai runtuh?
PART 1
Percuma! Semua yang kau lakukan percuma, semuanya sia-sia.
Kau yang membangunnya namun kau juga yang menghancurkannya. Bukan dihancurkan dari luar tapi langsung dari dalam. Kau menikam jantungmu sendiri dengan belati cintamu ....
~Adrian Pov~
Kubangun tembok di sekeliling hatiku, kubangun benteng pertahanan yang kukira akan kuat jika suatu hari nanti aku berhadapan langsung dengannya lagi. Namun semua itu sia-sia bukan kuat menahan serangan dari luar malah hancur dari dalam, runtuh sebelum serangan itu dimulai karena aku sendirilah yang menghancurkannya.
Nahas. . .. Ya, memang nahas. Aku yang membangunnya dan kini aku jugalah yang menghancurkannya.
"Pagi, Yah. Pagi, Bun ...," aku menyapa kedua orang tuaku dan tak lupa juga memberikan morning kiss pada bunda yang sedang berkurik menyiapkan sarapan pagi.
Morning Kiss . . .. Ya, itulah kebiasaan melody, adik kecilku, yang dengan tidak sengaja tertular padaku. Apakah dia masih melakukan hal itu?
Pertanyaan itu sudah membuat aku merinding karena tegang. Bagaimana kalau dia masih melakukannya? Aku tidak bisa membayangkan saat bibir tipis, lembab, dan kenyal itu menyentuh permukaan kulit pipiku.
Oh, oke fix, aku m*sum.
"Kapan kamu mulai bekerja, adrian? Apakah hari ini?" pertanyaan ayah berhasil membuyarkan lamunanku tentang morning kiss yang akan diberikan melody padaku.
"Belom kok, Yah. Hari ini masih harus ngecek berkas-berkas adrian dulu, takutnya masih ada yang kurang," jelasku.
"Kalo gitu, hari ini niatnya kamu mau ke mana?" tanya bunda.
"Hari ini sih niatnya adrian mau ke rumah sakit, mau lihat-lihat sebentar." "Pagi, dokter ganteng," sapaan manja melody sangat jelas terngiang di
telingaku.
Ya Tuhan, ternyata dia masih melakukannya! batinku masih belum percaya jika aku baru saja mendapatkan morning kiss darinya. Tanpa aku sadari kehangatan dan kelembutan itu menjalar dari pipiku hingga ke seluruh tubuhku, mengakibatkan tubuhku ini menegang untuk beberapa saat karena merinding yang amat sangat saat ciuman itu mendarat tepat di pipi kananku.
Melody pun tak lupa untuk membagikan morning kissnya pada kedua orang tua kami. "Pagi, Yah. Pagi, Bun ...."
"Pagi, Sayang. Kamu bangun kesiangan lagi, ya?" tanya dan balas bunda. Kulihat melody hanya meringis tanpa dosa.
"Kamu nggak dijemput lagi sama pacarmu itu. Siapa namanya?" ucap ayah sambil mengingat-ingat. "Ahh, iya ayah ingat. Rendra kan namanya?" ucapan ayah itu membuat jantungku serasa dihantam martil bertubi-tubi.
Pacar? Melody punya pacar! Tapi mana mungkin! Di setiap email yang dikirimkannya padaku tak satu pun yang pernah menceritakan tentang pacarnya itu!
adrian-adrian... buat apa juga dia cerita sama lo tentang hal itu! dewa batinku menghardik pikiranku.
Tapi aku ini kan kakaknya! Ya Tuhan, otakku menerima kenyataannya namun kenapa hatiku ini tidak bisa menerimanya?
"Ayah apaan sih. Dia nggak jemput hari ini."
"Ya udah, biar kamu bareng ayah aja" ujar ayah.
"Nggak mau, ah! Ayah aja belum ngapa-ngapain. Kalo harus nunggu ayah lagi, melody baakkalane teeeleaat ..." ucapnya dengan mulut yang masih terisi penuh dengan roti.
"Melody pelan-pelan makannya. Ditelan dulu, Nak, baru ngomong. Nanti keselek," ucap bunda dengan nada sedikit lebih tinggi. Kelakuan adik kecilku itu benar-benar membuat semua orang gemas padanya.
"Urreeggenttt, Buuend, uhukk ...."
Ya, akhirnya dia keselek juga kan. "Ditelan dulu, mel," ucapku yang mulai sedikit geram akan tingkah lakunya itu. Tidak lucu kan kalo dia sampai matigara-gara keselek roti yang berisi selai kacang.
Mati kok keselek roti selai kacang, nggak ada yang bagusan dikit apa?
Ucapan itu hanya bisa terlintas di dalam batinku saja namun tawaku tidak bisa kutahan. Dan akhirnya tawaku dibalas dengan tatapan tajam dari melody dan tatapan heran dari kedua orang tuaku.
"Kenapa, Kak adrian? Kok ngakak gitu?" tanya melody dengan nada penuh selidik. Aku tahu dia pasti mengira aku sedang mentertawakannya dan apa yang ada di pikirannya itu memang benar.
"Oh, sudah habis, toh! Ayo, berangkat. Biar kakak aja yang antar kamu," ucapku sambil beranjak dari kursinya tanpa mempedulikan pertanyaannya itu. "Adrian pergi dulu. Ayo, melody! Kakak tinggal loh!" ucapku seraya berlalu.
"Sana cepat nanti kamu telat!" ujar bunda seraya dijawab anggukan oleh melody.
"Ehh, iya . . .. Pergi dulu ya, Yah, Bun. Tunggu, Kakkk!!!" teriaknya sambil mengejar langkahku.
Terdengar suara pintu mobil yang tertutup. Aku melihat tubuh mungil itu telah berada di sampingku. "Safety beltnya dipasang dulu," perintahku, saat melihatnya asik bermain i-pod.
Aku melihatnya masih berkutat pada safety beltnya itu. "Ada apa? Bisa nggak sih?!" tanyaku sedikit geram.
"Macet, Kak. Nggak mau ditarik, nih." Ucapnya masih sambil memusatkan perhatiannya pada safety belt.
"Sini." Aku melepaskan safety beltku dan mulai meraih safety belt melody yang berada di sisi samping pintu mobil. Ketika aku menyadari jarak antara wajahku dengan melody begitu dekat, di saat itulah aku tertegun. Karena kutahu jika melody pun sedang menatapku tepat di kedua manik mataku hingga membuat tubuhku jadi menegang. Dan gilanya lagi kami masih terdiam dengan posisi seperti itu untuk beberapa saat.
"Kak, aku telat." Suara melody akhirnya membuatku tersadar dan segera memasangkan safety beltnya yang sudah bisa kutarik.
"Jadi siapa Rendra?" tanyaku memecah keheningan setelah kejadian safety belt tadi. Masih terngiang nama laki-laki yang disebutkan ayah saat sarapan tadi. Nama pria yang dikira ayah sebagai pacar melody.
"Eehhh," gumam melody sambil mengedikan bahunya ke arahku dan menghentikan kegiatannya dari Ipod.
"Rendra itu siapa? Pacar kamu? Kenapa kakak nggak pernah denger kamu cerita tentang dia?" tanyaku sekali lagi tanpa mengalihkan pandanganku pada jalan raya yang terbentang di hadapanku.
"Oh itu, bukan kok .... Rendra itu cuma sahabatku. Kakak masih inget sama Bu Mia?" Aku mengangguk mengerti akan maksud dari pertanyaannya itu. Mungkin yang melody maksud adalah Bu Mia, guru SMAku dulu, yang rumahnya beda beberapa blok dari rumahku.
Kenapa dia menanyakan hal itu? pikirku.
"Rendra itu anaknya Bu Mia, Kak! Rio masih satu sekolah sama aku sampai sekarang, kita cuma sahabatan aja, Kok. Ayah aja yang berlebihan." Keterangan yang melody berikan itu membuat hatiku yang tadinya panas terbakar oleh api cemburu seketika itu padam, seperti diguyur air es yang dingin setelah mendengarkan penjelasannya itu.
"Melody ..." panggilku tanpa mengalihkan perhatian pada jalan. Namun ketika tak ada respon darinya aku kembali melirik melody yang ternyata tengah asik berkutik dengan earponenya yang telah terpasang manis di telinganya.
Aku menarik salah satu kabel earphone itu hingga terlepas, membuat melody dengan cepat mengedikkan bahunya ke arahku.
"Ada apa, Kak?" tanya melody ingin tahu dengan ekspresi dan senyuman manis yang selalu tersungging di kedua sudut bibirnya itu.
Ya Tuhan . . . manis sekali tatapan dan senyuman adik kecilku ini. Aku menghela napas karena senyuman dan ekspresi manisnya itu membuat aku sesak. "Kamu dengerin lagu apa?" tanyaku ingin tahu.
"Oh, kirain ada apa. Sebentar ..." Aku melihat mrlody sedang menyambungkan Ipodnya dengan USB yang tersimpan didashboard dan menyambungkannya pada stereo mp3 mobil. Seketika itu juga aku tertegun mendengar melodi dan lirik lagu yang keluar dari speaker.
Kucoba untuk melawan hati
Tapi hampa terasa di sini tanpamu
Bagiku semua sangat berarti lagi
Kuingin kau di sini tepiskan sepiku
Bersamamu ...
"Ini kan . . ."
"Kakak masih inget, aku kira udah lupa."
Tidak mungkin aku bisa lupa. Lagu ini adalah lagu nomor satu dalamplaylistku yang sering kudengar karena lagu inilah yang selalu menghiburku di kala jauh darinya. Lagu yang selalu kunyanyikan untuk dirinya.
Dan sekarang dia memutarkan lagu ini lagi, di mana saat ini dia sedang bersamaku. Bagaimana bisa aku melupakan lagu ini?
"Aku suka lagu ini semenjak kakak menyanyikannya dengan gitar waktu itu. Lagu ini adalah lagu yang sering kuputar dalam playlistku." Keterangan melody membuatku tertegun. Ternyata bukan cuma aku saja yang sering mendengarkan lagu ini tapi gadis yang sangat kucintai pun juga sering mendengarkannya.
"Kapan-kapan kita cover lagu ini ya, Kak. Nanti kakak yang main gitar dan aku yang nyanyi. Terus diunggah di media sosial, ya." Pinta melody antusias dan bersemangat.
"Okay," jawabku pasti dan hal itu disambut senang olehnya.
Takan pernah ada yang lain di sisi
Segenap jiwa hanya untukmu
Dan tak kan mungkin ada yang lain di sisi
Ku ingin kau di sini tepiskan sepiku
Bersamamu hingga akhir waktu ....
Percuma! Semua yang kau lakukan percuma, semuanya sia-sia.
Kau yang membangunnya namun kau juga yang menghancurkannya. Bukan dihancurkan dari luar tapi langsung dari dalam. Kau menikam jantungmu sendiri dengan belati cintamu ....
~Adrian Pov~
Kubangun tembok di sekeliling hatiku, kubangun benteng pertahanan yang kukira akan kuat jika suatu hari nanti aku berhadapan langsung dengannya lagi. Namun semua itu sia-sia bukan kuat menahan serangan dari luar malah hancur dari dalam, runtuh sebelum serangan itu dimulai karena aku sendirilah yang menghancurkannya.
Nahas. . .. Ya, memang nahas. Aku yang membangunnya dan kini aku jugalah yang menghancurkannya.
"Pagi, Yah. Pagi, Bun ...," aku menyapa kedua orang tuaku dan tak lupa juga memberikan morning kiss pada bunda yang sedang berkurik menyiapkan sarapan pagi.
Morning Kiss . . .. Ya, itulah kebiasaan melody, adik kecilku, yang dengan tidak sengaja tertular padaku. Apakah dia masih melakukan hal itu?
Pertanyaan itu sudah membuat aku merinding karena tegang. Bagaimana kalau dia masih melakukannya? Aku tidak bisa membayangkan saat bibir tipis, lembab, dan kenyal itu menyentuh permukaan kulit pipiku.
Oh, oke fix, aku m*sum.
"Kapan kamu mulai bekerja, adrian? Apakah hari ini?" pertanyaan ayah berhasil membuyarkan lamunanku tentang morning kiss yang akan diberikan melody padaku.
"Belom kok, Yah. Hari ini masih harus ngecek berkas-berkas adrian dulu, takutnya masih ada yang kurang," jelasku.
"Kalo gitu, hari ini niatnya kamu mau ke mana?" tanya bunda.
"Hari ini sih niatnya adrian mau ke rumah sakit, mau lihat-lihat sebentar." "Pagi, dokter ganteng," sapaan manja melody sangat jelas terngiang di
telingaku.
Ya Tuhan, ternyata dia masih melakukannya! batinku masih belum percaya jika aku baru saja mendapatkan morning kiss darinya. Tanpa aku sadari kehangatan dan kelembutan itu menjalar dari pipiku hingga ke seluruh tubuhku, mengakibatkan tubuhku ini menegang untuk beberapa saat karena merinding yang amat sangat saat ciuman itu mendarat tepat di pipi kananku.
Melody pun tak lupa untuk membagikan morning kissnya pada kedua orang tua kami. "Pagi, Yah. Pagi, Bun ...."
"Pagi, Sayang. Kamu bangun kesiangan lagi, ya?" tanya dan balas bunda. Kulihat melody hanya meringis tanpa dosa.
"Kamu nggak dijemput lagi sama pacarmu itu. Siapa namanya?" ucap ayah sambil mengingat-ingat. "Ahh, iya ayah ingat. Rendra kan namanya?" ucapan ayah itu membuat jantungku serasa dihantam martil bertubi-tubi.
Pacar? Melody punya pacar! Tapi mana mungkin! Di setiap email yang dikirimkannya padaku tak satu pun yang pernah menceritakan tentang pacarnya itu!
adrian-adrian... buat apa juga dia cerita sama lo tentang hal itu! dewa batinku menghardik pikiranku.
Tapi aku ini kan kakaknya! Ya Tuhan, otakku menerima kenyataannya namun kenapa hatiku ini tidak bisa menerimanya?
"Ayah apaan sih. Dia nggak jemput hari ini."
"Ya udah, biar kamu bareng ayah aja" ujar ayah.
"Nggak mau, ah! Ayah aja belum ngapa-ngapain. Kalo harus nunggu ayah lagi, melody baakkalane teeeleaat ..." ucapnya dengan mulut yang masih terisi penuh dengan roti.
"Melody pelan-pelan makannya. Ditelan dulu, Nak, baru ngomong. Nanti keselek," ucap bunda dengan nada sedikit lebih tinggi. Kelakuan adik kecilku itu benar-benar membuat semua orang gemas padanya.
"Urreeggenttt, Buuend, uhukk ...."
Ya, akhirnya dia keselek juga kan. "Ditelan dulu, mel," ucapku yang mulai sedikit geram akan tingkah lakunya itu. Tidak lucu kan kalo dia sampai matigara-gara keselek roti yang berisi selai kacang.
Mati kok keselek roti selai kacang, nggak ada yang bagusan dikit apa?
Ucapan itu hanya bisa terlintas di dalam batinku saja namun tawaku tidak bisa kutahan. Dan akhirnya tawaku dibalas dengan tatapan tajam dari melody dan tatapan heran dari kedua orang tuaku.
"Kenapa, Kak adrian? Kok ngakak gitu?" tanya melody dengan nada penuh selidik. Aku tahu dia pasti mengira aku sedang mentertawakannya dan apa yang ada di pikirannya itu memang benar.
"Oh, sudah habis, toh! Ayo, berangkat. Biar kakak aja yang antar kamu," ucapku sambil beranjak dari kursinya tanpa mempedulikan pertanyaannya itu. "Adrian pergi dulu. Ayo, melody! Kakak tinggal loh!" ucapku seraya berlalu.
"Sana cepat nanti kamu telat!" ujar bunda seraya dijawab anggukan oleh melody.
"Ehh, iya . . .. Pergi dulu ya, Yah, Bun. Tunggu, Kakkk!!!" teriaknya sambil mengejar langkahku.
Terdengar suara pintu mobil yang tertutup. Aku melihat tubuh mungil itu telah berada di sampingku. "Safety beltnya dipasang dulu," perintahku, saat melihatnya asik bermain i-pod.
Aku melihatnya masih berkutat pada safety beltnya itu. "Ada apa? Bisa nggak sih?!" tanyaku sedikit geram.
"Macet, Kak. Nggak mau ditarik, nih." Ucapnya masih sambil memusatkan perhatiannya pada safety belt.
"Sini." Aku melepaskan safety beltku dan mulai meraih safety belt melody yang berada di sisi samping pintu mobil. Ketika aku menyadari jarak antara wajahku dengan melody begitu dekat, di saat itulah aku tertegun. Karena kutahu jika melody pun sedang menatapku tepat di kedua manik mataku hingga membuat tubuhku jadi menegang. Dan gilanya lagi kami masih terdiam dengan posisi seperti itu untuk beberapa saat.
"Kak, aku telat." Suara melody akhirnya membuatku tersadar dan segera memasangkan safety beltnya yang sudah bisa kutarik.
"Jadi siapa Rendra?" tanyaku memecah keheningan setelah kejadian safety belt tadi. Masih terngiang nama laki-laki yang disebutkan ayah saat sarapan tadi. Nama pria yang dikira ayah sebagai pacar melody.
"Eehhh," gumam melody sambil mengedikan bahunya ke arahku dan menghentikan kegiatannya dari Ipod.
"Rendra itu siapa? Pacar kamu? Kenapa kakak nggak pernah denger kamu cerita tentang dia?" tanyaku sekali lagi tanpa mengalihkan pandanganku pada jalan raya yang terbentang di hadapanku.
"Oh itu, bukan kok .... Rendra itu cuma sahabatku. Kakak masih inget sama Bu Mia?" Aku mengangguk mengerti akan maksud dari pertanyaannya itu. Mungkin yang melody maksud adalah Bu Mia, guru SMAku dulu, yang rumahnya beda beberapa blok dari rumahku.
Kenapa dia menanyakan hal itu? pikirku.
"Rendra itu anaknya Bu Mia, Kak! Rio masih satu sekolah sama aku sampai sekarang, kita cuma sahabatan aja, Kok. Ayah aja yang berlebihan." Keterangan yang melody berikan itu membuat hatiku yang tadinya panas terbakar oleh api cemburu seketika itu padam, seperti diguyur air es yang dingin setelah mendengarkan penjelasannya itu.
"Melody ..." panggilku tanpa mengalihkan perhatian pada jalan. Namun ketika tak ada respon darinya aku kembali melirik melody yang ternyata tengah asik berkutik dengan earponenya yang telah terpasang manis di telinganya.
Aku menarik salah satu kabel earphone itu hingga terlepas, membuat melody dengan cepat mengedikkan bahunya ke arahku.
"Ada apa, Kak?" tanya melody ingin tahu dengan ekspresi dan senyuman manis yang selalu tersungging di kedua sudut bibirnya itu.
Ya Tuhan . . . manis sekali tatapan dan senyuman adik kecilku ini. Aku menghela napas karena senyuman dan ekspresi manisnya itu membuat aku sesak. "Kamu dengerin lagu apa?" tanyaku ingin tahu.
"Oh, kirain ada apa. Sebentar ..." Aku melihat mrlody sedang menyambungkan Ipodnya dengan USB yang tersimpan didashboard dan menyambungkannya pada stereo mp3 mobil. Seketika itu juga aku tertegun mendengar melodi dan lirik lagu yang keluar dari speaker.
Kucoba untuk melawan hati
Tapi hampa terasa di sini tanpamu
Bagiku semua sangat berarti lagi
Kuingin kau di sini tepiskan sepiku
Bersamamu ...
"Ini kan . . ."
"Kakak masih inget, aku kira udah lupa."
Tidak mungkin aku bisa lupa. Lagu ini adalah lagu nomor satu dalamplaylistku yang sering kudengar karena lagu inilah yang selalu menghiburku di kala jauh darinya. Lagu yang selalu kunyanyikan untuk dirinya.
Dan sekarang dia memutarkan lagu ini lagi, di mana saat ini dia sedang bersamaku. Bagaimana bisa aku melupakan lagu ini?
"Aku suka lagu ini semenjak kakak menyanyikannya dengan gitar waktu itu. Lagu ini adalah lagu yang sering kuputar dalam playlistku." Keterangan melody membuatku tertegun. Ternyata bukan cuma aku saja yang sering mendengarkan lagu ini tapi gadis yang sangat kucintai pun juga sering mendengarkannya.
"Kapan-kapan kita cover lagu ini ya, Kak. Nanti kakak yang main gitar dan aku yang nyanyi. Terus diunggah di media sosial, ya." Pinta melody antusias dan bersemangat.
"Okay," jawabku pasti dan hal itu disambut senang olehnya.
Takan pernah ada yang lain di sisi
Segenap jiwa hanya untukmu
Dan tak kan mungkin ada yang lain di sisi
Ku ingin kau di sini tepiskan sepiku
Bersamamu hingga akhir waktu ....
***
Takdir memang sulit untuk ditebak, namun hidupmulah yang menuntunmu. Pilihanmu membawamu pada takdir hidupmu sendiri. Jangan pernah salahkan takdir cobalah untuk memahaminya dan menjalaninya.
Karena ada rencana yang tak akan pernah bisa kau mengerti dalam
pilihanmu ....
~***~
Tik tok tik tok ....
Denting jam terdengar cukup nyaring di kesunyian ruang yang cukup temaram itu. Seorang pemuda masih saja terjaga di jam selarut ini, entah mengapa matanya susah sekali untuk terpejam. Diliriknya jam dinding yang masih bisa terlihat karena cahaya rembulan yang mengintip dari balik daun pintu kaca berandanya. "Dua petang," gumamnya.
Pemuda itu cukup lama duduk terdiam di tepi ranjangnya sambil memandang ke arah daun pintu kaca tersebut. Lalu ia melangkahkan kakinya menuju pintu kaca yang bergaya sleading itu dan menggesernya secara perlahan. Angin malam mulai menerpa wajahnya memberikan sentuhan dingin yang membuat setiap sisi kulitnya meremang.
Diliriknya beranda kamar sebelah. "Kamar melody," gumam pemuda yang bernama adrian itu. Beranda mereka ini hanya terpisahkan oleh dinding pembatas setinggi pinggang orang dewasa yang bisa dengan mudah dilompati. Adrian memandangi pintu kaca beranda sebelahnya. Apakah kebiasaan lamanya masih sering ia lakukan? pikirnya.
FlashBack 10 tahun silam ....
Ssllarkkk!!!
Bunyi kaca pintu yang bergeser terdengar cukup nyaring di telinga adrian, membuat adrian dengan cepat mengedikkan bahunya menatap ke arah beranda di sebelah kamarnya. Terlihat seorang gadis cilik sedang berdiri di ambang pintu sambil menatap adrian yang sedang bersandar di teralis besi berandanya.
"Melody kok belum tidur?" tanya adrian pada gadis cilik nan cantik itu sambil menghampirinya dan duduk di atas dinding pembatas antara beranda gadis itu dan berandanya.
"Iya ini mau tidur. Melody cuma mau buka pintunya aja sedikit biar anginnya bisa masuk." Jelas gadis cilik yang bernama melody itu sambil mengatur lebar celah pintu yang akan dibukanya, hal itu membuat adrian mengerutkan dahinya.
"Biar anginnya bisa masuk?" ulang adrian heran.
"Iya, kalo nggak gitu melody nggak bisa tidur, Kak," jelasnya lagi.
"Jadi pintu ini tiap malam tidak pernah kamu tutup? Nanti kalo kamu sakit gimana? Kamu bisa demam."
"Nggak kok, Kak! Soalnya kalo pintunya ditutup rapet, melody takut. Lagian anginnya sejuk, bisa buat melody tidur nyenyak," jelas melody dengan nada polosnya.
"Kalo kamu mau dingin, kamu bisa nyalain ACnya kan? Terus kamu takut apa?" pertanyaan adrian membuat raut wajah adiknya itu sedikit takut dan khawatir.
"Takut . . .. " melody menggantungkan kata-katanya sambil melirik ke arah kakaknya itu. "Melody takut, kalo ada kebakaran lagi nanti melody nggak bisa keluar kayak dulu." Penjelasan melody membuat adrian tertegun.
Ternyata kebakaran 2 tahun yang lalu masih membawa trauma bagi melody, karena kebakaran di gudang taman waktu itu hampir saja merenggut nyawanya. Bayangan kejadian itu kembali terngiang di dalam memory adrian.
Waktu itu mereka memang sedang bermain petak umpat dengan anak dari teman bundanya yang sedang mengadakan arisan di rumah. Saat itu melody ingin ikut bermain tapi karena dia masih terlalu kecil untuk diajak bermain akhirnya adrian mengajak adiknya itu bersembunyi bersamanya di dalam gudang, di samping taman. Gudangnya cukup luas dan mereka bersembunyi di sana, tapi ketika mereka hampir ketahuan adtian menyuruh melody untuk tetap tinggal di dalam, karena dia ingin mengalihkan perhatian temannya yang sedang berjaga itu agar melody tidak ketahuan.
Namun kesalahan yang dibuat adrian sangatlah fatal. Gudang itu terbakar karena arus pendek dan adrian meninggalkan melody di gudang itu sendirian, dengan kondisi pintu yang sengaja dikuncinya rapat dari luar hingga membuat melody tak bisa keluar. Tapi beruntung melody masih bisa terselamatkan. Mang Joko tukang kebun yang sewaktu itu ada di samping gudang mendengar teriakan dan tangis melody dan dengan segera menyelamatkannya dari lalapan api itu walaupun melody harus berada di rumah sakit sekitar hampir 1 minggu karena gangguan pernafasan akibat terlalu banyak menghirup asap dari kebakaran itu.adrian bersyukur dan lega karena adiknya itu masih bisa tertolong. Jika tidak, mungkin dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Dan semenjak saat it adrian telah berjanji akan selalu menjaga adiknya itu dan tidak akan pernah menyakitinya atau mencelakainya lagi.
"Maaf ya, waktu itu kakak yang salah," ujar adrian dengan nada penyesalan yang cukup tinggi.
"Eehh, waktu itu bukan kakak aja kok yang salah. Aku juga salah nggak bisa main malah maksa ikut main, ya gitu deh jadinya. Hoam ... aku udah ngantuk, Kak. Aku mau tidur duluan ya," ucap melody sambil mengucek kedua matanya.
"Ahh iya, tapi jangan terlalu lebar dibuka pintunya, nanti kamu bisa sakit," pinta adrian.
"Oke," jawab melody sambil sedikit menarik pintu itu agar celahnya tidak terlalu lebar terbuka. " Selamat tidur, Kak ..."
"Ya, nice dream, melody." Balas adrian.
FlashBack off....
Adrian kembali melayangkan pandangannya yang sedari tadi memandangi langit malam yang begitu cerah penuh dengan taburan bintang-bintang itu ke arah pintu kaca kamar melody.
Seketika itu juga matanya tiba-tiba mengerjap tak percaya dengan apa yang sedang dilihat olehnya. Pintu kaca itu terlihat sedikit terbuka karena ada kelambu putih yang menyelinap ke luar dan melambai-lambai dihembus oleh angin malam yang cukup dingin malam ini.
"Ternyata kebiasaan itu masih dilakukannya. Apakah karena dia masih trauma dengan kejadian waktu itu?" gumam adrian. Ucapannya itu membuat adrian kembali menyesali keteledorannya dulu.
Dengan mudah adrian melompati tembok pemisah antara berandanya dan beranda melody. Adrian menggeser pintu kaca yang ternyata benar tidak ditutup itu dengan mudah dan melangkahkan kakinya memasuki kamar yang cukup temaram itu.
Adrian bisa melihat sosok cantik yang sedang terlelap di balik selimut biru muda dengan jelas. Ia mencoba untuk duduk di tepi ranjang adiknya dengan perlahan sambil memandangi betapa cantiknya gadis yang dicintainya itu saat sedang terlelap seperti ini. Seperti seorang puteri yang tengah menanti kehadiran pangerannya untuk membangunkan dirinya dari lelap panjangnya tidur.
Adrian menyelipkan beberapa anak rambut ke belakang telinga melody karena sulur-sulur rambut itu menutupi sebagian wajah cantik gadisnya itu. Adrian mulai menyentuh kulit wajah melody yang selembut sutra itu dengan perlahan dan sepelan mungkin. Bibir indah itu menggodanya untuk bisa mencicipi kemanisan bibir ranum itu, entah setan apa yang merasukinya saat itu hingga membuat adrian berani untuk menyentuhkan jemarinya ke bibir ranum adiknya. Dengan perlahan adrian mulai menghapuskan jarak antara wajahnya dan wajah gadis yang masih terlelap pulas itu, dia merasakan deru nafas teratur gadis itu di wajahnya. adrian menghirup aroma rambut melody dalam-dalam. Aroma buah strawberry, gumamnya pelan.
Adrian mulai menyapu lembut bibir ranum melody dengan bibirnya. Ya Tuhan, ampuni aku yang telah berani melakukan ini pada adik ku sendiri, ujar batin adrian. Otak pria itu melarangnya namun hasrat di dalam tubuh mendorongnya untuk melakukan hal itu. Adrian merasakan ada pergerakan pada tubuh melody. Apa dia terbangun? Adrian menarik bibirnya menjauhi bibir manis itu dan menatap mata gadisnya yang masih terpejam dan sedetik kemudian adrian melihat ada setetes bening kristal yang meluncur lepas dari sudut mata adiknya itu.
"Air mata?" gumam adrian pelan sambil mengusap bulir air mata yang terlepas dari sudut mata yang masih terpejam itu.
"Kakak," gumam melody lirih namun mata indah itu masih tetap terpejam dengan kening yang sedikit berkerut menandakan sosok yang masih terlelap itu sedang gelisah, hal itu membuat adrian tertegun mendengarnya.
Apakah dia sedang mengigau? Apakah dia sedang memimpikanku? batin adrian mempertanyakan.
"Perasaan apa ini? Ada sedikit perasaan senang karena dia sedang memimpikan aku, tapi entah kenapa rasanya dadaku ini terasa sesak saat dia menyebutkan namaku tadi," gumam adrian lirih sambil menekan dadanya yang terasa sesak.
Adrian kembali memandangi wajah cantik yang sekarang mulai kembali tenang. Tidak ada lagi kening yang berkerut di sana, air mata yang mengalir dari sudut matanya dan juga igauan dari bibir manisnya pun sudah tidak lagi terdengar. Kini adrian bisa merasakan nafasnya yang mulai teratur. Kurasa mimpi buruknya telah berlalu ....
Adrian mengecup kening melody dengan sayang. "Selamat bermimpi indah putri tidurku," bisiknya di telinga gadis yang sangat dicintainya itu. Dan adrian merasa jika melody dapat mendengar ucapannya tadi karena ada seutas senyuman simpul yang tercetak jelas di sudut bibir gadisnya itu.
Adrian kembali melangkahkan kakinya meninggalkan kamar melody. Sebelum dia kembali menutup pintu kaca itu seperti pertama kali dia mendapatinya, adrian kembali melayangkan pandangannya pada sosok itu, sosok yang masih setia terlelap di balik selimut hangatnya. "Maafkan kakak mu ini, melody." Gumamnya lirih.
Adrian melompat lagi dengan mudah dinding pembatas antara berandanya dan beranda adrian. Sebelum sempat dia kembali masuk ke kamarnya, adrian menyempatkan menatap langit yang penuh dengan taburan bintang itu sekali lagi. Dan dengan perlahan dia memejamkan matanya dan berdoa.
Tuhan jika ada rencana bagi hati dan perasaanku ini, aku mohon agar hal itu tidak menyakiti hati siapapun.
***
Bersambung ke next part II ....
Takdir memang sulit untuk ditebak, namun hidupmulah yang menuntunmu. Pilihanmu membawamu pada takdir hidupmu sendiri. Jangan pernah salahkan takdir cobalah untuk memahaminya dan menjalaninya.
Karena ada rencana yang tak akan pernah bisa kau mengerti dalam
pilihanmu ....
~***~
Tik tok tik tok ....
Denting jam terdengar cukup nyaring di kesunyian ruang yang cukup temaram itu. Seorang pemuda masih saja terjaga di jam selarut ini, entah mengapa matanya susah sekali untuk terpejam. Diliriknya jam dinding yang masih bisa terlihat karena cahaya rembulan yang mengintip dari balik daun pintu kaca berandanya. "Dua petang," gumamnya.
Pemuda itu cukup lama duduk terdiam di tepi ranjangnya sambil memandang ke arah daun pintu kaca tersebut. Lalu ia melangkahkan kakinya menuju pintu kaca yang bergaya sleading itu dan menggesernya secara perlahan. Angin malam mulai menerpa wajahnya memberikan sentuhan dingin yang membuat setiap sisi kulitnya meremang.
Diliriknya beranda kamar sebelah. "Kamar melody," gumam pemuda yang bernama adrian itu. Beranda mereka ini hanya terpisahkan oleh dinding pembatas setinggi pinggang orang dewasa yang bisa dengan mudah dilompati. Adrian memandangi pintu kaca beranda sebelahnya. Apakah kebiasaan lamanya masih sering ia lakukan? pikirnya.
FlashBack 10 tahun silam ....
Ssllarkkk!!!
Bunyi kaca pintu yang bergeser terdengar cukup nyaring di telinga adrian, membuat adrian dengan cepat mengedikkan bahunya menatap ke arah beranda di sebelah kamarnya. Terlihat seorang gadis cilik sedang berdiri di ambang pintu sambil menatap adrian yang sedang bersandar di teralis besi berandanya.
"Melody kok belum tidur?" tanya adrian pada gadis cilik nan cantik itu sambil menghampirinya dan duduk di atas dinding pembatas antara beranda gadis itu dan berandanya.
"Iya ini mau tidur. Melody cuma mau buka pintunya aja sedikit biar anginnya bisa masuk." Jelas gadis cilik yang bernama melody itu sambil mengatur lebar celah pintu yang akan dibukanya, hal itu membuat adrian mengerutkan dahinya.
"Biar anginnya bisa masuk?" ulang adrian heran.
"Iya, kalo nggak gitu melody nggak bisa tidur, Kak," jelasnya lagi.
"Jadi pintu ini tiap malam tidak pernah kamu tutup? Nanti kalo kamu sakit gimana? Kamu bisa demam."
"Nggak kok, Kak! Soalnya kalo pintunya ditutup rapet, melody takut. Lagian anginnya sejuk, bisa buat melody tidur nyenyak," jelas melody dengan nada polosnya.
"Kalo kamu mau dingin, kamu bisa nyalain ACnya kan? Terus kamu takut apa?" pertanyaan adrian membuat raut wajah adiknya itu sedikit takut dan khawatir.
"Takut . . .. " melody menggantungkan kata-katanya sambil melirik ke arah kakaknya itu. "Melody takut, kalo ada kebakaran lagi nanti melody nggak bisa keluar kayak dulu." Penjelasan melody membuat adrian tertegun.
Ternyata kebakaran 2 tahun yang lalu masih membawa trauma bagi melody, karena kebakaran di gudang taman waktu itu hampir saja merenggut nyawanya. Bayangan kejadian itu kembali terngiang di dalam memory adrian.
Waktu itu mereka memang sedang bermain petak umpat dengan anak dari teman bundanya yang sedang mengadakan arisan di rumah. Saat itu melody ingin ikut bermain tapi karena dia masih terlalu kecil untuk diajak bermain akhirnya adrian mengajak adiknya itu bersembunyi bersamanya di dalam gudang, di samping taman. Gudangnya cukup luas dan mereka bersembunyi di sana, tapi ketika mereka hampir ketahuan adtian menyuruh melody untuk tetap tinggal di dalam, karena dia ingin mengalihkan perhatian temannya yang sedang berjaga itu agar melody tidak ketahuan.
Namun kesalahan yang dibuat adrian sangatlah fatal. Gudang itu terbakar karena arus pendek dan adrian meninggalkan melody di gudang itu sendirian, dengan kondisi pintu yang sengaja dikuncinya rapat dari luar hingga membuat melody tak bisa keluar. Tapi beruntung melody masih bisa terselamatkan. Mang Joko tukang kebun yang sewaktu itu ada di samping gudang mendengar teriakan dan tangis melody dan dengan segera menyelamatkannya dari lalapan api itu walaupun melody harus berada di rumah sakit sekitar hampir 1 minggu karena gangguan pernafasan akibat terlalu banyak menghirup asap dari kebakaran itu.adrian bersyukur dan lega karena adiknya itu masih bisa tertolong. Jika tidak, mungkin dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Dan semenjak saat it adrian telah berjanji akan selalu menjaga adiknya itu dan tidak akan pernah menyakitinya atau mencelakainya lagi.
"Maaf ya, waktu itu kakak yang salah," ujar adrian dengan nada penyesalan yang cukup tinggi.
"Eehh, waktu itu bukan kakak aja kok yang salah. Aku juga salah nggak bisa main malah maksa ikut main, ya gitu deh jadinya. Hoam ... aku udah ngantuk, Kak. Aku mau tidur duluan ya," ucap melody sambil mengucek kedua matanya.
"Ahh iya, tapi jangan terlalu lebar dibuka pintunya, nanti kamu bisa sakit," pinta adrian.
"Oke," jawab melody sambil sedikit menarik pintu itu agar celahnya tidak terlalu lebar terbuka. " Selamat tidur, Kak ..."
"Ya, nice dream, melody." Balas adrian.
FlashBack off....
Adrian kembali melayangkan pandangannya yang sedari tadi memandangi langit malam yang begitu cerah penuh dengan taburan bintang-bintang itu ke arah pintu kaca kamar melody.
Seketika itu juga matanya tiba-tiba mengerjap tak percaya dengan apa yang sedang dilihat olehnya. Pintu kaca itu terlihat sedikit terbuka karena ada kelambu putih yang menyelinap ke luar dan melambai-lambai dihembus oleh angin malam yang cukup dingin malam ini.
"Ternyata kebiasaan itu masih dilakukannya. Apakah karena dia masih trauma dengan kejadian waktu itu?" gumam adrian. Ucapannya itu membuat adrian kembali menyesali keteledorannya dulu.
Dengan mudah adrian melompati tembok pemisah antara berandanya dan beranda melody. Adrian menggeser pintu kaca yang ternyata benar tidak ditutup itu dengan mudah dan melangkahkan kakinya memasuki kamar yang cukup temaram itu.
Adrian bisa melihat sosok cantik yang sedang terlelap di balik selimut biru muda dengan jelas. Ia mencoba untuk duduk di tepi ranjang adiknya dengan perlahan sambil memandangi betapa cantiknya gadis yang dicintainya itu saat sedang terlelap seperti ini. Seperti seorang puteri yang tengah menanti kehadiran pangerannya untuk membangunkan dirinya dari lelap panjangnya tidur.
Adrian menyelipkan beberapa anak rambut ke belakang telinga melody karena sulur-sulur rambut itu menutupi sebagian wajah cantik gadisnya itu. Adrian mulai menyentuh kulit wajah melody yang selembut sutra itu dengan perlahan dan sepelan mungkin. Bibir indah itu menggodanya untuk bisa mencicipi kemanisan bibir ranum itu, entah setan apa yang merasukinya saat itu hingga membuat adrian berani untuk menyentuhkan jemarinya ke bibir ranum adiknya. Dengan perlahan adrian mulai menghapuskan jarak antara wajahnya dan wajah gadis yang masih terlelap pulas itu, dia merasakan deru nafas teratur gadis itu di wajahnya. adrian menghirup aroma rambut melody dalam-dalam. Aroma buah strawberry, gumamnya pelan.
Adrian mulai menyapu lembut bibir ranum melody dengan bibirnya. Ya Tuhan, ampuni aku yang telah berani melakukan ini pada adik ku sendiri, ujar batin adrian. Otak pria itu melarangnya namun hasrat di dalam tubuh mendorongnya untuk melakukan hal itu. Adrian merasakan ada pergerakan pada tubuh melody. Apa dia terbangun? Adrian menarik bibirnya menjauhi bibir manis itu dan menatap mata gadisnya yang masih terpejam dan sedetik kemudian adrian melihat ada setetes bening kristal yang meluncur lepas dari sudut mata adiknya itu.
"Air mata?" gumam adrian pelan sambil mengusap bulir air mata yang terlepas dari sudut mata yang masih terpejam itu.
"Kakak," gumam melody lirih namun mata indah itu masih tetap terpejam dengan kening yang sedikit berkerut menandakan sosok yang masih terlelap itu sedang gelisah, hal itu membuat adrian tertegun mendengarnya.
Apakah dia sedang mengigau? Apakah dia sedang memimpikanku? batin adrian mempertanyakan.
"Perasaan apa ini? Ada sedikit perasaan senang karena dia sedang memimpikan aku, tapi entah kenapa rasanya dadaku ini terasa sesak saat dia menyebutkan namaku tadi," gumam adrian lirih sambil menekan dadanya yang terasa sesak.
Adrian kembali memandangi wajah cantik yang sekarang mulai kembali tenang. Tidak ada lagi kening yang berkerut di sana, air mata yang mengalir dari sudut matanya dan juga igauan dari bibir manisnya pun sudah tidak lagi terdengar. Kini adrian bisa merasakan nafasnya yang mulai teratur. Kurasa mimpi buruknya telah berlalu ....
Adrian mengecup kening melody dengan sayang. "Selamat bermimpi indah putri tidurku," bisiknya di telinga gadis yang sangat dicintainya itu. Dan adrian merasa jika melody dapat mendengar ucapannya tadi karena ada seutas senyuman simpul yang tercetak jelas di sudut bibir gadisnya itu.
Adrian kembali melangkahkan kakinya meninggalkan kamar melody. Sebelum dia kembali menutup pintu kaca itu seperti pertama kali dia mendapatinya, adrian kembali melayangkan pandangannya pada sosok itu, sosok yang masih setia terlelap di balik selimut hangatnya. "Maafkan kakak mu ini, melody." Gumamnya lirih.
Adrian melompat lagi dengan mudah dinding pembatas antara berandanya dan beranda adrian. Sebelum sempat dia kembali masuk ke kamarnya, adrian menyempatkan menatap langit yang penuh dengan taburan bintang itu sekali lagi. Dan dengan perlahan dia memejamkan matanya dan berdoa.
Tuhan jika ada rencana bagi hati dan perasaanku ini, aku mohon agar hal itu tidak menyakiti hati siapapun.
***
Bersambung ke next part II ....

No comments:
Post a Comment